Ines

BAB II
“Bab baik”
Nanti akan membahas tentang baik, baik adalah menggunakan hal – hal yang luhur sedangkang orang baik adalah meluhurkan dan mencari baik artinya mencari luhur. Adalagi mendapatkan baik artinya mendapatkan keluhuran, kebaikan berjalan dari keluhuran dan senang diluhurkan.
Baik itu bagus, kebalikan dari cacat. Orang yang baik dan benar itu maksudnya baik, artinya tidak seenaknya sendiri, meskipun sama ada, tapi jika dengan kebaikan maka sejatinya akan baik, karena bisa merubah kecacatan atau ketidaksempurnaan, kesamaan yang artinya jelek itu merendahkan hingga menghina.
Nantinya akan terlihat terang semua hal yang murni itu akan menumbuhkan kebaikan meskipun kemurnian tadi ada yang dhapur kidhung atau tidak luwes, meskipun tidak mengurangi kelebihannya. Berbeda dengan yang tidak murni meskipun berlatih solah bawa yang baik dan berbicara yang manis. Tetap saja tingkah laku yang palsu yang sama dengan hal yang dipulas. Sewaktu – waktu sudah dijaga pulasannya kemudian terlihat kegelapannya dan akhirnya akan mengurangi kelebihannya. Maka para Pendeta, tidak melakukan hal – hal yang berhubungan dengan sesuatu yang tidak nyata. Semua hal hanya kemurnian, yang dapat melemahkan kelebihan yang dilakukan. Sampai melihat jika sejatinya keburukan sebaiknya sama saja, bedanya hanya berasal dari maksud dudungkapaning. Lumrahnya kebanyakan keburukan baik itu harus menang, supaya sama kuat yaitu penataan ilmu.
Kesabaran sudah menerangkan isi dari keburukan dan kebaikan, menerangkan keburukan dan kebaikan, manusia kemudian mempunyai perkiraan sampai memberikan nasihat. Seperti halnya Panggarjita jika yang diberi alas naik kebatinannya, yang dibedah itu naiknya lahirnya.
Orang yang pintar berbeda dengan yang bodoh, orang kaya berbeda dengan orang miskin, orang bawah berbeda dengan orang atas, dan seterusnya. Supaya mempunyai rasa yang sama sendiri – sendiri. Meskipun banyak sekali orang yang miskin berani sendirian itu adalah dosa dari orang yang kaya, orang bodoh adalah orang pintar, orang bawah adalah orang yang ditinggikan, seperti peribahasa Pindhang lulang, semua orang sama. Maka peribahasa tadi sudah menyebutkan sendiri : semua orang sama, dasarnya benar seperti itu. Jadi yang sama adalah orangnya kekayaanya, kepintarannya, dan keluhurannya itu dijadikan pembeda antar manusia. Maka jika seperti itu peribahasa tadi itu masih belum lengkap lebih baik dibedakan. Dasar kenyataanya juga benar – benar berbeda supaya tidak menumbuhkan daredah dan tidak merusak tata krama. Itulah yang disebut melihat kehidupannya.
Orang yang kaya, yang pintar, dan yang luhur jika tidak menduduki drajtanya juga belum tentu mendapatkan kelebihan yang sejati. Meskipun bodoh, miskin dan menjadi orang yang rendah tetapi jika kelakuannya hidupnya baik, maka sulit mempercayai jika hidup hanya menerima kemburukan – keburukan saja. Pastinya akan gampang untuk menjalani, hanya jatuhnya akan tidak enak sekali. Maka tidak enak itu bukan yang diinginkan dalam hidup, nantinya sudah ditentukan siapa yang menjalani keburukan tidak akan mendaptkan keutamaan di dalam kehidupan. Yang mendapatkan hanya kemudahan dalam menjalankan, maka setiap mulainya gampang akhirnya pasti akan sulit, setiap mulainya sulit pasti akhirnya akan gampang. Mengibaratkan seperti orang yang menanam padi, mulainya kesulitan membajak, menanam dan mencangkulnya, sesudahnya bersamaan sampai panen. Akan menanak beras yang baru dan melakukan hal – hal yang lain.
0 Responses

Posting Komentar